NILAI ESTETIK



NILAI ESTETIK

A.    Pengertian Nilai Estetik
Dalam rangka teori umum tentang nilai, pengertian keindahan dianggap sebagai salah satu jenis nlai seperti halnya nilai moral, nilai ekonomis dan nilai-nilai yang lain. Nilai yang berhubungan dengan segala sesuatu yang tercakup dalam pengertian keindahan disebut nilai estetis.
Pada prinsipnya masalah estetika selalu bertumpu pada dua hal, yaitu keindahan dan seni,tetapi dari kedua hal tersebut berkaitan dengan masalah nilai, pengalaman estetis dan pencipta seni (seniman). Keindahan dan seni merupakan dua hal yang saling berhubungan. Salah satu bentuk perwujudan keindahan adalah dalam bentuk karya seni.
Bagaimana hubungan keindahan dengan seni, telah dijawab oleh para filsuf sepanjang zaman. Beberapa ahli berpendapat bahwa seni dan keindahan tidak terpisahkan. Sedangkan yang lainnya berpendapat seni tidak selalu harus indah atau bertujuan untuk keindahan. Pendapat bahwa seni tidak terpisahkan dengan keindahan terutama oleh Baumgarten sebagai pelopor ilmu estetika. Menurut Baumgarten, tujuan dari keindahan untuk menyenangkan dan menimbulkan keinginan. Manifestasi keindahan tertinggi tercermin pada alam, maka tujuan seni adalah keindahan dan mencontoh alam.
Para ahli seni yang berpendapat, bahwa seni tidak selalu indah menunjuk karya-karya seni kontemporer dewasa ini (lukisan dan patung) menampilkan gambar-gambar kotor bahkan menjijikkan dan menunjuk pula pada karya manusia purba yang menampilkan wujud yang kadangkala menyeramkan. Mereka berpendapat bahwa seni bukan produk keindahan, tetapi produk problem seniman.
Seni memang bukan produk keindahan, tetapi keindahan itu merupakan suatu idealisasi yang sebaiknya melekat pada media seni itu.Keindahan bukan hanya kesenangan inderawi, tetapi juga terletak di dalam hati.

 B.  Aliran dalam Filsafat Nilai
Ada beberapa aliran dalam filsafat nilai, yaitu : 
1. Aliran objektifisme, mengatakan bahwa nilai itu terletak pada objek itu sendiri, sama sekali lepas atau tidak tergantung dari keinginan subjek atau kesukaan manusia. Nilai itu sudah ada sebelum orang itu menilai. Jadi nilai itu adanya absolut.  (Parmono, 1991:9). Salah seorang tokoh dari aliran ini adalah Plato, yang mengatakan bahwa nilai merupakan dunia yang tetap dan ternyata, nilai berada di dalam dunia konsep, dunia ide. Sedangkan Prof. E.C Spoulding mengatakan bahwa : nilai-nilai adalah "subsistens" yang berexistensi dalam ruang dan waktu, karena subsisten nilai-nilai itu bebas dari keinginan dan kesukaan manusia (Parmono, 1991:10).

2. Aliran subjektifisme, mengatakan bahwa nilai sama sekali tergantung atau ditentukan oleh subjek. Edmund Burke mengatakan bahwa keindahan ditentukan oleh selera. Suatu objek baru bernilai apabila diinginkan atau didambakan oleh subjek. Subjeklah yang memasukkan nilai ke dalam objek, sehingga objek itu bernilai (Parmono, 1991:10).
                 Dengan kedua aliran yang mempunyai sudut pandang yang berbeda, dimana objektifisme mendasarkan pandangan pada objek yang berdiri sendiri, terlepas dari pengaruh subjek, sedangkan subjektifisme memfokuskan pada peranan dan pengaruh subjek semata.

  1. Oleh karena setiap aliran mempunyai kelemahan, maka lahirlah aliran ketiga yaitu aliran yang berprinsip menyatakan bahwa nilai itu tidak semata-mata terletak pada objek dan juga tidak terletak pada subjek, artinya hanya kepunyaan dunia batin. Salah seorang tokoh aliran ini,  George Santayana mengatakan keindahan tidak hanya mempunyai nilai, tetapi juga dinikmati oleh yang melihatnya. Nilai itu merupakan hasil interaksi antara subjek dan objeknya.

  1. Aliran Pragmatisme, Sesuatu itu bernilai apabila dapat memberikan manfaat atau kegunaan, misalnya lembu. Bagi seorang petani lembu mempunyai fungsi sebagai teman bekerja mengerjakan sawah dan ladangnya. Bagi seorang pedagang, lembu merupakan aset dalam bidang ekonomi. Dan bagi umat beragama Hindhu, lembu menjadi binatang kendaraan dewa Wisnu yang dikeramatkan.


5. Aliran Esensi,
 sesuatu dikatakan bernilai indah, misalnya  karena hanya itu sendiri. Bunga mawar itu indah karena memang di dalam bendanya itu sendiri mmpunyai sifat indah.


C. Jenis dan Ragam Nilai
The Liang Gie membedakan empat macam jenis nilai, yaitu : 
1.  kekudusan (holiness)
yaitu kebaikan yang sekaligus merupakan kebenaran. Maksudnya yang memiliki kepercayaan maka sesuatu yang dianggap kudus atau suci pastilah merupakan suatu kebaikan yang dikejar dan sekaligus diyakini sebagai kebenaran.

2.  Kebaikan (goodness)
yaitu kekudusan yang sekaligus merupakan keindahan. Maksudnya kebaikan biasanya merupakan sesuau hal yang dianggap luhur atau kudus dan sekaligus dirasakan sebagai hal yang indah, sehingga perlu diulang-ulang melakukannya untuk memperbesar atau melangsungkan terus perasaan senang yang diperoleh.

3.  Kebenaran (thruth)
yaitu keindahan yang sekaligus merupakan kekudusan. Maksudnya kebenaran merupakan sesuatu hal yang menyenangkan karena indah dan dengan kekudusan sebagai keberhargaan yang universal dan patut dimiliki terus-menerus.

4.  Keindahan (beauty)
yaitu kebenaran yang sekaligus merupakan kebaikan. Maksudnya sesuatu yang betul-betul indah merupakan suatu kebenaran bagi yang dapat menikmati dan sekaligus juga sesuatu hal yang baik sehingga ingin dinikmati terus (The Liang Gie, 1976:162).

Dari empat jenis nilai yang diuraikan di atas, masing-masing mewujudkan menjadi :
a.  kekudusan menjadi nilai religius
b.  Kebaikan menjadi nilai etis
c.  Kebenaran menjadi nilai intelektual
d.  Keindahan menjadi nilai estetis

Dari jenis-jenis nilai tersebut, ternyata nilai mempunyai ragam nilai yang menurut The Liang Gie dalam bukunya Dari Administrasi ke Filsafat dapat diklasifikasikan menjadi : 
1.  Nilai Instrumental
Yaitu nilai yang berfungsi sebagai suasana atau alat untuk mencapai sesuatu hal lain, termasuk sesuatu nilai apapun yang lain. Ragam nilai ini pada umumnya terdapat pada benda.
2.  Nilai Inheren
Yaitu nilai yang umumnya hanya melekat pada benda yang mampu secara langsung dan sekaligus menimbulkan sesuatu pengalaman yang berharga atau baik, seperti kepuasan.

3.  Nilai Kontributif
Yaitu nilai dari sesuatu hal atau pengalaman sebagai bagian dari keseluruhan menyumbang pada keberhargaan dari  keseluruhan itu.
4.  Nilai Intrinsik
Yaitu nilai dari suatu pengalaman yang bersifat baik atau patut dimiliki sebagai tujuan tersendiri dan untuk pengalaman itu sendiri (The Liang gie, 1978:170).

D. Katagori Nilai Estetik
Nilai estetis sebagai salah satu jenis nilai manusiawi (nilai religius, nilai etis, nilai intelektual) menurut The Liang Gie, tersusun dari sejumlah nilai yang dalam estetika dikenal sebagai kategori-kategori keindahan atau kategori-kategori estetis. Pada umumnya filsuf membedakan adanya tiga pasang, yaitu :  
1. Kategori yang agung dan yang elok
2.  Kategori yang komis dan yang tragis
3.  Kategori yang indah dan yang jelek
akhirnya Kaplan menambahkan kecabulan (obscenity) sebagai suatu kategori estetis.  (The Liang Gie, 1978:169).

Ahli estetika Jerman dari abad ke-19 Adolf Zeising mengemukakan pensistematisan kategori-kategori keindahan menjadi 6 ragam yang disusun menurut lingkaran warna primer dan sekunder sebagai berikut : 
1.  Merah                           :  murni indah
2.  Charming Orange         :  menarik 
3.  Comic (komis)             :  kuning
4.  Humoris                      :  hijau 
5.  Tragis                           :  biru (tragis)
6.  Ungu sublime               :  (agung)
Menurut Zeising kategori yang murni indah bersifat menyenangkan atau menimbulkan perasaan senang pada orang. Kategoti yang menarik membangkitkan antara lain kekaguman. Kategori yang komis dapat menggelikan hati orang. Kategori yang humoristis dapat menimbulkan rasa terhibur atau lucu. Kategori yang tragis mengakibatkan perasaan yang sedih, sedang kategori yang agung membuat orang sangat terkesan karena kemegahan atau kedahsyatan.
Kategori yang agung baru disebut-sebut oleh para ahli keindahan dalam abad ke-18. Berlainan dengan kategori yang murni indah, kategori yang agung diakui membangkitkan pada orang yang mengamatinya suatu perasaan takjub karena sifat-sifatnya yang impressive, majestic, glorius (keren mengesankan, megah hebat, meriah gemilang), dan bahkan kadang-kadang dahsyat. Kebanyakan ahli estetika berpendapat bahwa kategori yang agung dan kategori yang indah dapat ada secara bersamaan. Tetapi tokoh pemikir Inggris, Edmund Burke (172-1797) menyatakan bahwa kedua kategori itu saling menyisihkan dan berlawanan.

Teori-teori humor
Kategori yang komis dan kategori yang humoris membangkitkan pada orang perasaan yang menggelikan, yang membuat tertawa, yang menghibur dan yang lucu. Khusus pada kategori yang humoris selain membuat orang tertawa atau tersenyum, juga dapat dijadikan sarana untuk secara halus atau secara tak langsung menyindir, mengejek, menghantam, dan melakukan pembalasan kepada pihak lain kawan atau lawan.
Lelucon yang humoris kini banyak diciptakan orang dalam masyarakat sebagai sarana untuk mencapai suatu tujuan atau menyampaikan suatu maksud. Dengan demikian lahirlah berbagai humor. Istilah humor menurut Martin Eshleman dewasa ini dipakai secara luas untuk menunjuk pada setiap hal yang merangsang kecenderungan orang pada tertawa yang lucu (everything that appelas to man's disposition toward comic laughter). Para ahli estetika kini telah mengembangkan berbagai teori humor untuk menunjukkan dan menerangkan apa sesungguhnya yang terdapat pada sesuatu hal yang membangkitkan gelak tertawa lucu pada orang-orang. Dalam garis besarnya berbagai teori humor itu dapat digolongkan menjadi tiga macam : 
1.  Teori Keunggulan  (Superiority theory)
2.  Teori ketaksesuaian (Incongruity theory)
3.  Teori pembebasan (Relief theory)

1).    Teori keunggulan menekankan bahwa inti humor ialah rasa lebih baik, lebih tinggi, atau lebih sempurna pada seseorang dalam menghadapi sesuatu keadaan yang mengandung kekurangan atau kelemahan. Menurut teori ini, seseorang akan tertawa bilamana mendadak memperoleh perasaan unggul karena dihadapkan pada pihak lain yang melakukan kekeliruan atau mengalami hal tak menguntungkan. Teori ini dapat dipakai untuk menerangkan mengapa para penonton tertawa terbahak-bahak melihat badut sirkus yang terbentur tiang, jatuh tersandung, melakukan aneka kekeliruan, atau perilakunya menunjukkan berbagai ketololan.

2).    Teori ketaksesuaian menjelaskan bahwa humor timbul karena perubahan yang sekonyong-konyong dari sesuatu situssi yang sangat diharapka mejadi suatu hal yang sama sekali tidak diduga atau tidak pada tempatnya. Tertawa terjadi karena harapan yang dikacaukan (frustated expectation) sehingga seseorang dari suatu sikap mental dilontarkan ke dalam sikap mental yang sama sekali berlainan.

3).    Menurut teori pembebasan, inti dari humor ialah pembebasan atau pelepasan dari kekangan yang terdapat pada diri seseorang. Karena berbagai pembatasan dan larangan yang ditentukan oleh masyarakat, dorongan-dorongan batin alamiah dalam diri seseorang mendapat kekangan atau tekanan. Bilamana kekangan/tekanan itu dapat dilepaskan atau dikendorkan oleh misalnya lelucon sex, sindiran jenaka, atau ucapan nonsense, maka meledaklah perasaan orang dalam bentuk tawa.

Menurut tokoh psikoanalisis Sigmund Freud (1856-1939), lelucon memiliki kimiripan dengan impian, yakni kedua-duanya pada dasarnya merupakan sarana untuk mengatasi kekangan (censor) yang datang dari luar atau telah tumbuh dalam diri seseorang. Dalam impian, ide-ide yang terlarang dapat diserongkan atau diselubungi, sedang dalam kelakar orang bisa menyelipkan kecaman, cacian, atau pelepasan diri dari apa saja secara tidak begitu keras dan langsung.
Menurut Hans Eyeseck dan Glen Wilson, segenap humor dapat dibedakan menjadi 4 ragam atau kategori, yaitu :
1.      Humor yang disebut "nonsense". Ragam humor ini tidak berisi sindiran, serangan dan lelucon sex, melainkan menggunakan berbagai teknik permainan kata atau unsur-unsur yang tak sesuai untuk membangkitkan gelak tertawa pada orang .

2.      Humor yang disebut "satire" dan berisi sindiran terhadap orang, pejabat, kelompok atau lembaga. Ini merupakan semacam serangan tak langsung atau kecaman halus yang ditujukan kepada suatu pihak tertentu.

3.      Humor agresi secara langsung yang berisi kekerasn fisik, kebiadaban, penghinaan dan penyiksaan yang sadis.

4.      Humor berisi sesuatu lelucon sex yang bisa ditampilkan secara kasar sekali atau amat halus.

Terakhir perlu dibahas tentang kategori yang jelek. Tampaknya memang agak janggal bahwa salah satu kategori keindahan adalah kejelekan. Hal yang jelek bersifat kontradiktif terhadap hal yang indah. Kejelekkan tidaklah berarti kosongnya atau kurangnya ciri-ciri yang membuat sesuatu benda disebut indah, melainkan mengacu pada sifat-sifat yang nyata-nyata bertentangan dengan sifat indah. Misalnya kalau ketertiban pada sesuatu hal dianggap menimbulkan perasaan senang sehingga hal itu dinyatakan indah, maka hal yang jelek bukanlah kecilnya ketertiban melainkan suatu keadaan yang amat kacau balau. Kejelekkan menimbulkan pada orang perasaan muak dan mual. Hal yang jelek kini dianggap mempunyai nilai estetis karena dapat membangkitkan sesuatu emosi tertentu yang negatif, suatu nilai estetis yang negatif,yang bertentangan dengan sifat-sifat indah. Oleh karena itu, dapatlah dimengerti kalau belakangan ini ada produser film yang menyajikan tokoh-tokoh jelek atau seniman yang menciptakan sesuatu karya seni menjijikkan yang tergolong pada kategori yang jelek.

Komentar

Postingan Populer